Hanabie Fenomena Cuaca Di Jepang Yang Unik
Jepang mempunyai 4 musim. Menurut pendapat umum dan ilmu meteorologi, musim semi adalah : Maret, April, Mei. Musim panas adalah : Juni, Juli, Agustus. Musim gugur : September, Oktober, November. Dan musim dingin : Desember, Januari, Februari.
Pada bulan Maret, rasa dingin di musim dingin mulai berlalu dan cuaca mulai menghangat sedikit demi sedikit, alam pun mulai menggeliat bangun di musim ini. Di Jepang bulan Maret adalah pergantian tahun anggaran, sehingga juga merupakan saat-saat dilakukannya upacara tamat sekolah, dan pada waktu April, upacara masuk sekolah, upacara dimulainya sekolah, upacara penerimaan karyawan baru, rotasi karyawan, dan sebagainya.
Fenomena cuaca di Jepang Hanabie
Bulan April, meskipun bunga sakura sedang mekar mencapai puncaknya, namun ada suatu saat yang disebut Hanabie (bunga dingin di mana udara menjadi dingin kembali di musim bunga ini). Dalam prakiraan cuaca, seringkali terdengar kalimat ” Ohana mi ni dekakeru toki wa, atsugi o shite odekake kudasai” (Pakailah pakaian yang hangat ketika bepergian untuk menikmati bunga sakura).
Kalimat “Ohana mi ni dekakeru toki wa, atsugi o shite odekake kudasai” yang sering digunakan dalam prakiraan cuaca dan peringatan publik, memberikan nasihat penting agar orang-orang tetap hangat dan nyaman saat menikmati bunga sakura selama musim semi yang tidak menentu. Artinya, “Ketika Anda pergi untuk melihat bunga sakura, pastikan untuk mengenakan pakaian yang hangat.” Dengan cara ini, orang-orang dapat menikmati keindahan bunga sakura tanpa khawatir menjadi kedinginan dan merusak pengalaman mereka.
Fenomena cuaca di Jepang yang dikenal sebagai “hanabie” sering terjadi di musim semi. Hanabie adalah periode di mana suhu udara tiba-tiba menurun dan udara menjadi dingin kembali setelah beberapa hari atau minggu yang hangat. Ini adalah situasi yang membingungkan bagi banyak orang yang ingin menikmati bunga sakura, karena mereka harus menyesuaikan pakaian mereka dengan cepat dan memilih pakaian yang hangat dan cocok untuk cuaca yang berubah-ubah.
Selain itu, Hanabie juga menjadi salah satu topik yang sering dibicarakan di media dan masyarakat Jepang selama musim semi. Beberapa orang bahkan menganggapnya sebagai fenomena alam yang mempesona dan mengagumkan karena memberikan kontras yang menarik antara keindahan bunga sakura yang mekar dengan suhu yang tiba-tiba dingin.
Terkait dengan perubahan cuaca yang sering terjadi selama musim semi, orang Jepang juga memiliki pepatah yang mengatakan “San kan shi on” (三寒四温) yang artinya tiga kali dingin dan empat kali hangat. Artinya, musim semi seringkali memiliki periode ketika cuaca sangat dingin diikuti dengan periode cuaca hangat. Dalam beberapa kasus, ini dapat mengakibatkan perubahan cuaca yang tidak menentu dan suhu yang berubah-ubah dalam waktu yang singkat.
Namun demikian, Hanabie dan fenomena cuaca di Jepang lainnya di musim semi tidak mengurangi pesona bunga sakura dan keindahan musim semi di Jepang. Banyak orang dari dalam maupun luar negeri datang ke Jepang setiap tahunnya untuk menikmati bunga sakura dan keindahan alam lainnya selama musim semi.
Fenomena cuaca di Jepang Natanezuyu
Ada lagi yang disebut Natanezuyu, yaitu tepat ketika Na no hana (bunga Na) sedang berkembang, turunlah hujan gerimis yang dingin, lalu ada pula perkataan lainnya Kisetsu hazure no yuki (salju yang keluar dari musimnya), atau Kan no Modori (kembalinya musim dingin, dan sebagainya).
Natanezuyu” adalah istilah dalam bahasa Jepang yang mengacu pada fenomena cuaca di mana hujan turun saat bunga Na sedang mekar di awal musim semi. Fenomena ini sering dikaitkan dengan cuaca yang sejuk dan lembap. “Natanezuyu” secara harfiah berarti “hujan pada saat bunga Na tumbuh”, di mana “natane” berarti “tumbuh” dan “zuyu” berarti “hujan yang turun dalam jangka waktu yang lama”.
Sementara itu, “Kisetsu hazure no yuki” mengacu pada salju yang turun di luar musim dingin atau saat musim dingin seharusnya telah berakhir. Sedangkan “kan no modori” mengacu pada periode ketika musim dingin kembali datang setelah cuaca hangat dan musim semi yang singkat. Fenomena cuaca ini juga dikenal sebagai “shokan no joushi” dalam bahasa Jepang, yang secara harfiah berarti “kesalahan awal musim semi”. Semua istilah ini menggambarkan ketidakcocokan antara cuaca yang diharapkan dan realitas cuaca yang sebenarnya, yang sering dianggap sebagai tanda-tanda keberadaan kekuatan alam yang lebih besar.